Kamis, 06 November 2008

ada buatnya




mereka semua ada buatnya...
untuk cinta dan kehidupan..
yang telah membuatnya lahir..
dan menjadikannya mampu melihat dunia...

belajar mengepakkan sayap lalu terbang mengintip dunia

Sabtu, 25 Oktober 2008

Seseorang Berkata Kepadaku

Seseorang telah mengatakannya padaku...

katanya "Dua ujung yang tak menyatu, bagaikan dua titik yang tak pernah bertemu... Jangan pernah menghujat kegelapan tapi salahkan lilin yang tak menyala..."

selama ini kita terlalu banyak berpikir tentang kehidupan yang terang benderang. tanpa kita sadar kegelapan ada di depan mata...

mungkin kita terlalu bahagia dengan lilin yang menyala tanpa sama sekali menyadari kalau lilin suatu saat toh akan habis juga dan habis jugalah terang kita..

saat terang menghilang dan kegelapan menjadi sempurna..lantas kita bingung mencari terang tanpa berpikir bagaimana menyalakan lilin kembali..

tapi terkadang kita terlalu berbahagia dalam gelap tanpa ingin merai terang kembali.. dan dua dua ujung yang telah menyatu, bagaikan dua titik yang tak pernah bertemu.. itulah gelap dan terang..

dan kita selalu ada diantara keduanya

Kamis, 23 Oktober 2008

surat cinta buat mereka

kutulis ini dengan tinta cinta
agar langit biru tetap punya tempat
untuk dikisahi kita punya cerita

buat sahabat
untuk anugerahnya yang indah
semoga Allah melimpahkan
barokahnya untukmu dan untukku juga
pun untuk kita semua Amiin

padang siang biarkan mencuri kita punya hati kawan. biar terangnya tetap jadi milik kita kalau rona merah menyusur hilang di pelupuk mata.
ditanggal kesatu, kawan. batas angkasa berdiri tegak di muka kita. hanya sekilas senyum darinya menceraikan kisi kisi agar kita baca. katanya angkasa takkan lagi jauhkan kalian.
ditanggal kesatu kawan degub jantungmu sudah hangat kurasa dan yang mengalir di dalamnya gemericik seperti suara air kehidupan.
ditanggal kesatu kawan semuanya terumbar liar dan mula kini ditanggal yang kesekian wujud kehidupan kita setidaknya masih terumbar liar.
duhai kawanku, kita masih memeluk fajar, tak ikhlas ayam berkokok tanpa melihat senyummu karena sejatinya hati kita masih beratap matahari luas.
mungkin nyawa kita hanya lembar pengesahan ruh semata, tapi bukan, nyawa kita tetap akan jadi gunung terjal yang mesti kita daki.
mungkin jiwa kita hanya catatan harian yang bisa menulis apa adanya, tapi bukan, jiwa kita tak sekedar mengapung di lautan es samudra atlantik, jiwa kita bisa mengendarai bara api yang bisa padam karena embun sepagi.
kawan ajak aku pergi jauh saat aku berdiri di atas angkara.
bawa aku bercumbu keindahan di kejauhan sana.
sisipkan lentera di tengah jalan kita agar aku bisa melihat kedalam jiwamu lagi.
kawanku aku dan juga kau tentu kita tak kan lagi mengumbar liar paranoid kita karena tentu hati kita yang baru tak terkontaminasi racun menyesatkan.
kawan kini katakan tak hanya bumi dengan langit yang bersahabat agar aku tetap bermunajat untukmu di hadapannya agar ilahi robbi tak enggan mencurahkan nikmat barokahnya kepada kita.

kawan kelak ditanggal R bulan H tahun S kita akan bertemu tetap menjadi sahabat di jannahtullah tetap kembali dalam kasih putih disayapi cinta illahi___

untuk sahabatku karena aku tak bisa menjadi yang terindah buat kalian maafkan aku karena sejatinya aku hanya makhluk do’if yang juga butuh untuk kalian beri lentera. agar kita dapat bersama mewarnai pelangi. meneguk semacam mimpi yang kelak kita wujudkan bersama____karena kisah kita tak hanya sampai di tempat yang gersang ini.............................

Elang Belajar Terbang

Apa yang kau ketahui tentang diriku? Mungkin tidak banyak. Lantas apa yang kuketahui darimu? Terlebih lebih mungkin aku sama sekali tidak tahu. Tapi tidak penting. Sekarang apa yang kita ketahui tentang dunia? Aku sendiri dan barangkali dirimupun juga tak tahu lebih banyak dari sejengkal. Dunia ini sebenarnya tak terlalu luas, namun kehidupan yang terbentang di dalamnya beribu bahkan jutaan kali lebih luas. Dunia dengan manusianya, manusia dengan kehidupannya, dan kehidupannya dengan kesudahannya. Semuanya benar benar luas bagi akal manusia, bahakan secara logis tak akan tersentuh oleh akal manusia.

Tapi jangan terburu terpatahkan arang hanya karena otak yang cuma sejengkal. Jangan lantas menerima ketidakmampuan dan tidur dengan alas kebodohan lalu lelap dalam ketakterarahan yang semakin luas. Kawan, seseorang pernah bercerita padaku. Untuk mengetahui seluk beluk daratan, engkau harus berjalan. Lantas untuk mengetahui lautan, engkau harus berenang menyusuri arus air lalu mendapatkan apapaun yang kau inginkan dari air.

Dan kini, apakah kita harus belajar terbang untuk mengetahui luasnya langit.? Jawabannya sama sekali ya. Kawan kita harus bisa terbang untuk mengarungi angkasa. Belajarlah terbang mengarungi cakrawala dengan membaca. Bacalah setiap rentang bumi yang terhampar di hadapanmu. Bacalah setiap gemercik air yang terdengar suaranya oleh telingamu. Bacalah setiap cercah cahaya yang kilaunya sempat menyentuh matamu. Bacalah setiap nuansa romansa yang menyentuh hatimu.

Dan kini menulislah. Tulis setiap jengkal bumi yang telah kau lewati. Tulis setiap helai daun gugur yang sempat kau lihat. Tulis setiap rintik rinai hujan yang sempat terasa sejuk menyentuh kulitmu. Tulis setiap suara jangkrik atau semut yang sempat menemani sunyi malammu. Tulis setiap tetes air yang menutupi dahagamu. Tulis setiap lembar warna pelangi yang sempat mempesonakan matamu. Maka sekarang menulislah. Menulislah selayaknya seekor elang yang terbang mengelilingi dunia.
Tulislah setiap tempat yang ingin elang singgahi. Tulislah setiap detik yang tak pernah bagi si elang merasa jenuh menatap dunia. Tulis setiap angin yang dikendarai elang mencapai cakrawala.

Maka sekarang menulislah. Karena sejauh apapun elang terbang. Seluas apapun elang telah melihat bumi yang terbentang. Takkan berarti apaun bagi dunia kalau dunia tidak pernah tahu kalau elang telah menjelajahi angkasa. Elang, ceritakan pada dunia kisahmu, kisahkan petualanganmu, kisahkan keinginannmu. Kisahkan kalau elang telah terbang. Maka menulislah. Sekarang!

Euthanasia, Hak Hidup atau Hak Mati ? Artikel Penerapan HAM di Indonesia

Sebuah permohonan untuk melakukan euthanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan disamping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
Ironis memang melihat kasus di atas. Euthanasia sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, & Thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Sedangkan secara harafiah, euthanasia tidak dapat diartikan sebagai pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Menurut Philo (50-20 SM), euthanasia berarti mati dengan tenang & baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya Vita Caesarum mengatakan bahwa euthanasia berarti “mati cepat tanpa derita”.

Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan, buat yang
beriman dengan nama Tuhan di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang.
3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri & keluarganya.
Dari penggolongan Euthanasia, yang paling praktis & mudah dimengerti adalah:
A. Euthanasia aktif, tindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien. Merupakan tindakan yang dilarang, kecuali di negara yang telah membolehkannya lewat peraturan perundangan.
B. Euthanasia pasif, dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, misalnya menghentikan pemberian infus, makanan lewat sonde, alat bantu nafas, atau menunda operasi.
C. Auto euthanasia, seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis & dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.

Karena masih banyak pertentangan mengenai definisi euthanasia, diajukan berbagai pendapat sebagai berikut:
• Voluntary euthanasia: Permohonan diajukan pasien karena, misalnya gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera yang keadaannya diperburuk oleh keadaan fisik & jiwa yang tidak menunjang.
• Involuntary euthanasia: Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dilakukan karena, misalnya seseorang yang menderita sindroma Tay Sachs. Keputusan atau keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab.Assisted suicide: Tindakan ini bersifat individual dalam keadaan & alasan tertentu untuk menghilangkan rasa putus asa dengan bunuh diri.
• Tindakan langsung menginduksi kematian. Alasan adalah meringankan penderitaan tanpa izin individu yang bersangkutan & pihak yang berhak mewakili. Hal ini sebenarnya pembunuhan, tapi dalam pengertian agak berbeda karena dilakukan atas dasar belas kasihan.

Indonesia sebagai negara berasaskan Pancasila, dengan sila pertamanya ‘Ketuhanan Yang Mahaesa’, tidak mungkin menerima tindakan “euthanasia aktif”.
Mengenai “euthanasia pasif”, merupakan suatu “daerah kelabu” karena memiliki nilai bersifat “ambigu” yaitu di satu sisi bisa dianggap sebagai perbuatan amoral, tetapi di sisi lain dapat dianggap sebagai perbuatan mulia karena dimaksudkan untuk tidak memperpanjang atau berjalan secara alamiah.

Hak azasi manusia (HAM) selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai, & sebagainya. Tapi tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran HAM. Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama, moral, & kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun atas permintaan yang bersangkutan dengan nyata & sungguh-sungguh adalah perbuatan yang tidak baik.
Apakah hak untuk mati dikenal di Indonesia? Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak azasi manusia, hak yang mengalir dari “hak untuk menentukan diri sendiri” (the right of self determination/TROS) sehingga penolakan atas pengakuan terhadap hak atas mati, adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia yang tidak dapat disimpangi oleh siapapun & menuntut penghargaan & pengertian yang penuh pada pelaksanaannya.
Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:
• Pasal 338: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”
• Pasal 340: “Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.”
• Pasal 344: “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”
• Pasal 345: “Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.”
• Pasal 359: “Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya
Indonesia melalui pasal 344 KUHP jelas tidak mengenal hak untuk mati dengan bantuan orang lain. Undang-undang yang tertulis dalam KUHP hanya melihat dari sisi dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif & dianggap sebagai pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang. Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya.

Selasa, 21 Oktober 2008